Kamis, 21 April 2011

Studi Banding Nikah, Rujuk, Zakat dan Wakaf

STUDI BANDING ZAKAT WAKAF DAN PENINGKATAN PENGUATAN KELUARGA KELOMPOK KERJA KEPALA KUA (K3KUA) SE-KOTA BANDA ACEH KE THAILAND, SINGAPURA DAN MALAYSIA

       Dalam rangka meningkatkan pelayanan KUA terhadap masyarakat khususnya dibidang peningkatan dan penguatan keluarga, bimbingan/pembinaan rumah tangga, serta peningkatan pelayanan Nikah-Rujuk-Zakat-Wakaf, Kelompok Kerja Kepala KUA se-Kota Banda Aceh didukung oleh jajaran Pejabat Kantor Kementerian Agama Kota Banda Aceh merasa perlu untuk menimba ilmu ke tempat lain yang dipandang telah berhasil dalam implementasinya. Dalam hal ini, K3KUA memandang perlu dan sangat strategis untuk melaksanakan kegiatan Studi Banding ke Thailand, Singapura, dan Malaysia selama 5 hari, sejak tanggal 5-10 Maret 2010.

A. Pertemuan dengan Majelis Ugama Islam (MUIS) Provinsi Songkhla-Thailand
       Kegiatan ini dimulai dari sebelah Barat yaitu di Negara Thailand atau tepatnya di Provinsi Songkhla. Di Provinsi Songkhla yang merupakan salah satu provinsi wilayah Selatan Thailand yang notabene juga salah satu wilayah dengan penduduk muslim yang cukup banyak, pada hari Sabtu tanggal 6 Maret 2010, kami bertemu dengan Pengurus Majelis Ugama Islam (MUIS) Provinsi Songkhla yang juga merangkap Dewan Pengurus Masjid Provinsi. Kami disambut oleh Pengurus Inti MUIS Provinsi Songkhla yang diwakili oleh 9 orang perwakilannya, dimana mereka mengisahkan sukaduka masyarakat muslim di negeri Thailand. Cita-cita mereka untuk membangun sebuah masjid terbesar di Thailand hampir terwujud setelah perjuangan selama 10 tahun melalui usaha-usaha lobi saudara-saudara muslim yang bekerja di Kementerian, Pemerintahan, dan Hartawan-hartawan yang ada di Thailand guna mendapat perhatian dan dukungan dari Kerajaan. Akhirnya pada sekitar tahun 2003, Kerajaan memberikan bantuan dana awal untuk pembangunan Masjid Jamik di Provinsi Songkhla ini.
       Dalam hal keagamaan, tidak banyak peraturan negara yang mendukung kegiatan atau pelaksanaan agama, namun disisi lain kita patut mengucapkan alhamdulillah karena peraturan yang melarang atau mengekang keberagamaan warga muslim juga tidak ada. Sehingga berkat kegigihan saudara-saudara kita di negeri Thailand, keberadaan kaum muslimin di Negeri Gajah Putih ini masih dapat terjaga walaupun masih sering terjadi konflik disana sini.
       Dalam hal pernikahan, bukti nikah/perakuan nikah yang dikeluarkan oleh para Qadhi/Penghulu yang terakreditasi tetap diakui oleh pemerintah bahkan keluar negeri. Proses dan prosedur pencatatan/pelaksanaan nikah pun tidak jauh berbeda dengan negara kita Indonesia terutama sekali pada masa sebelum berlakunya Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Prosedur pernikahan masih cukup tradisional yaitu melalui para Qadhi/Penghulu yang telah ditunjuk/dipilih melalui persyaratan yang cukup ketat, pada daerah masing-masing, kemudian ditelaah syarat dan kebenaran para calon pengantin, Setelah pernikahan dilaksanakan oleh Qadhi yang berwenang di daerahnya, barulah pernikahan tersebut akan diregister di MUIS Provinsi untuk mendapat pengakuan/pengesahan.
       Namun dalam hal pembinaan calon pengantin, di Songkhla-Thailand ini sudah menerapkan kewajiban untuk mengikuti Kursus Calon Pengantin yang diadakan oleh MUIS atau masjid-masjid yang telah ditunjuk guna diberikan ilmu-ilmu keagamaan dan kekeluargaan. Materi-materi yang diberikan meliputi pengetahuan fardhu ‘ain, ibadah-ibadah sunnah, kemasyarakatan, hak dan kewajiban suami istri, etika dan adab dalam rumah tangga, akhlak dan moral, serta ketauhidan.
       Dalam hal perwakafan dan zakat, di negeri Thailand masih sangat tradisional, tidak banyak yang bisa kita perbandingkan dari segi alur perolehan, pencatatannya maupun dari segi pemanfaatannya ataupun pola distribusinya.
       Untuk mengatur dan mengawasi pelaksanaan kegiatan keagamaan di negeri Thailand ini, ditunjuk satu Menteri yang beragama Muslim untuk merangkap sebagai Menteri Keagamaan. Saat ini Menteri bidang Keagamaan dirangkap oleh Menteri Perhubungan Thailand yang beragama Muslim, yaitu Mr. Muhammad Naratwath.


B. Pertemuan dengan Majelis Ugama Islam (MUIS) Kota Singapura
       Pada hari Minggu tanggal 8 Maret 2010 kami bertemu dengan Pengurus Masjid Asy-Syakirin yang juga merupakan sebagian besar Pengurus Majelis Ugama Islam (MUIS) Singapura. Sejumlah 12 orang Pengurus ditambah beberapa orang staf menyambut rombongan kami dengan sangat istimewa, dimana pertemuan dimulai dengan paparan profil lembaga MUIS, berupa kondisi riil (demografi) penduduk muslim Singapura, dukungan pemerintah/peraturan yang ada, hak/kewajiban atau tugas pokok MUIS dan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan MUIS.
       Dari paparan profil kegiatan MUIS serta tanya jawab yang kami lakukan, ada beberapa hal yang sangat menarik, yaitu bahwa Hak-hak keperdataan warga muslim Singapura telah diakui oleh undang-undang sejak tahun 1970-an melalui Administration Muslim Law Act (AMLA) atau Undang-undang Keperdataan Muslim yang mengatur mengenai Pembentukan Majelis Ugama, pencatatan nikah, pengelolaan zakat-wakaf, madrasah / pendidikan Islam. Dengan adanya AMLA ini banyak sekali kegiatan atau lembaga keagamaan menjadi lembaga resmi pemerintah termasuk salah satunya adalah MUIS, Mahkamah Syari’ah, dan Madrasah. Namun di Singapura, Mahkamah Syari’ah merupakan bagian dari mahkamah sipil, bukan bagian terpisah, jadi kasus-kasus di Mahkamah Syari’ah merupakan mandate/pelimpahan dari Mahkamah Sipil.
Dan untuk mengatur/mengawasi hal-hal keagamaan di Singapura, pada tingkat menteri, ditunjuk satu orang menteri yang beragama Islam untuk merangkap sebagai Menteri Agama, saat ini Menteri Agama dirangkap oleh Menteri Pengairan Singapura.
       Pencatatan Nikah di Singapura sudah cukup maju dimana hampir semua aturan, tatacara/prosedur pencatatan serta persyaratan nikah sampai masalah biaya-biaya yang harus dipenuhi, telah termaktub dalam aturan resmi. Kursus Pra Nikah dilaksanakan selama 4 kali pertemuan (satu bulan dengan pertemuan pada setiap hari Sabtu). Kursus bagi para calon pengantin ini dilaksanakan oleh Masjid-masjid yang telah ditunjuk dengan tim pengajar yang telah diakui/diakreditasi. Dan Sertifikat/Perakuan Kursus Pra-Nikah ini hanya berlaku untuk masa 2 tahun, artinya jika dalam 2 tahun setelah kursus dia tidak menikah maka dia harus mengikuti kursus kembali ketika hendak menikah. Materi-materi yang diberikan meliputi fardhu-fardhu ‘ain (ibadah wajib, rukun islam), ibadah-ibadah sunnah, muamalah dalam keluarga, hak/kewajiban suami isteri, psikologi rumah tangga, kesehatan reproduksi, kiat-kiat membina keluarga bahagia, konseling, dan lain sebagainya.
       Singapura sangat menyadari pentingnya stabilitas sebuah keluarga, sehingga pemerintah merasa perlu menegaskan aturan-aturan pencatatan nikah, bimbingan/kursus pra-nikah, konseling, dan lain sebagainya dalam rangka mewujudkan keluarga yang tenang, bahagia, mapan, dan sejahtera. Salah satu tujuan Kursus Pra Nikah adalah untuk menekan kasus-kasus perceraian dan juga poligami, mengingat warga muslim tercatat sebagai pelaku perceraian yang terbesar di Singapura.
       Dalam hal bukti pengakuan nikah, di Singapura ini juga telah ada Surat/Akta Nikah sebagai bukti bahwa pernikahan yang dilaksanakan telah sah menurut agama dan juga diakui menurut hukum Negara. Disini juga telah diberlakukan syarat untuk membuat akta kelahiran anak harus ada bukti yang sah bahwa orangtuanya telah menikah secara sah. Oleh karena itu kesadaran untuk mencatatkan pernikahan di Singapura sangatlah tinggi, karena banyak konsekuensi/manfaat yang mereka dapatkan.
       Dalam hal Zakat dan Wakaf, Singapura juga sudah sangat maju dalam implementasi Amil Zakat professional. Lembaga Baitul Mal dibawah binaan MUIS juga berkembang dengan sangat pesat, tingkat kesadaran muzakki sudah sangat tinggi, bahkan ada masyarakat yang meminta gaji/honor mereka dipotong secara otomatis oleh Baitul Mal, jadi bukan Batiul Mal yang memotong gaji mereka untuk zakat. Sistem nomor induk/register muzakki juga sudah mulai diterapkan. Dari segi pemanfaatan zakat-wakaf juga sangat inovatif, mulai dari beasiswa bagi fakir-miskin, beasiswa murid berprestasi, fi sabilillah bagi asatidz yang akan belajar keluar negeri (ke al-Azhar), rumah dhuafa (baik berupa sewa murah maupun bantuan pinjam pakai), bantuan gharimin untuk kebutuhan pokok. Wakaf Produktif juga telah mulai diterapkan di Singapura, salah satu contohnya adalah bangunan apartemen wakaf yang berada dekat komplek Masjid as-Syakirin.
Mengingat terbatasnya lahan yang ada dan mahalnya harga tanah/bangunannya maka masyarakat lebih banyak berwakaf dalam bentuk tunai. Nazir wakaflah yang mengelola wakaf tunai yang terkumpul untuk dibuat menjadi wakaf yang lebih produktif, disinilah diperlukan profesionalitas dan kejujuran yang sangat tinggi.

C. Pertemuan dengan Majelis Agama Islam Wilayah Persekutuan (MAIWP) Kuala Lumpur tentang
     Pengelolaan Zakat-Wakaf
       Pada agenda pertemuan ketiga, kami berdiskusi dengan MAIWP Kuala Lumpur pada hari Senin, 9 Maret 2010 pukul 9.00 waktu setempat membahas seputar masalah pengelolaan zakat dan wakaf di Kuala Lumpur khususnya. Kami disambut dengan paparan profil dan program-program kegiatannya.
Zakat Wakaf sangat professional, Baitul Mal dibawah MAIWP. Wakaf Produktif berupa pendirian Hotel, Rumah Sakit, Kampus, Balai Latihan Kerja, dan lain-lain, yang pengelolaannya dilakukan oleh perusahaan yang dibentuk oleh MAIWP sendiri ataupun dikerjasamakan dengan perusahaan yang terpercaya.
Kesadaran muzakki sangat tinggi, perolehan zakat per tahun mencapai 20-100 juta ringgit atau sekitar 50 - 250 Milyar rupiah lebih. Di Kuala Lumpur tidak diperlukan lagi fasilitas jemput zakat mengingat kesadaran untuk menyetor zakat sudah sangat tinggi, ditambah lagi kewajiban zakat sudah menjadi pengurang pajak sehingga masyarakat lebih senang untuk menyerahkan bagian hartanya dalam bentuk zakat daripada pajak karena mengandung unsur religius atau dorongan untuk meperoleh pahala.
       Dalam hal wakaf, sangat jarang masyarakat yang mewakafkan harta dalam bentuk tanah ataupun bangunan karena harga tanah yang sangat mahal di Kuala Lumpur sehingga mereka lebih banyak yang mewakafkan harta dalam bentuk tunai. Dari wakaf-wakaf tunai inilah, kemudian dikumpulkan menjadi satu sehingga menjadi cukup banyak barulah dibelikan satu lokasi/satu bangunan yang dapat bermanfaat dapat diproduktifkan. Salah satu contohnya di Kuala Lumpur adalah Hotel yang dibeli dari dana wakaf tunai, yang sekarang telah produktif dikelola secara professional oleh perusahaan bentukan Majelis Agama Islam Wilayah Persekutuan (MAIWP) Kuala Lumpur.
       MAIWP ini adalah lembaga resmi pemerintah yang ketuanya dirangkap oleh Menteri yang membidangi Hal Ehwal Agama pada Jabatan Perdana Menteri, namun dalam hal operasionalnya dijalankan oleh seorang Pejabat Eksekutif dari Unsur Dep. Agama, Dep. Pertahanan, Dep. Dalam Negeri, Mahkamah Syari’ah, dan lainnya. MAIWP bergerak dibidang Baitul Mal (Zakat-Wakaf), Penyaluran/Distrbusi Zakat dan Pemberdayaan Masyarakat, Mahkamah Syari’ah, dan lain sebagainya yang sifatnya lebih konseptual / non teknis. Sedangkan untuk hal-hal yang lebih teknis seperti pencatatan nikah, penegakan syariat (wilayatul hisbah), konseling, dakwah, dan lain-lain dimandatkan kepada Jabatan Agama Islam (JAWI).

D. Pertemuan dengan Jabatan Agama Islam Wilayah Persekutuan (JAWI) Kuala Lumpur
       Hari Selasa, 9 Maret 2010 pertemuan dengan Jabatan Agama Islam Wilayah Persekutuan (JAWI) Kuala Lumpur berlangsung selama 2 jam dari pukul 11.00-13.00 mendiskusikan proses/prosedur pencatatan nikah, pembinaan/kursus calon pengantin, bukti nikah, dan hal-hal terkait lainnya.
       Dalam hal pencatatan nikah, baik dari segi persyaratan maupun prosedurnya tidak jauh berbeda dengan kondisi di Indonesia (KUA Kecamatan), namun perbedaan yang paling mendasar adalah prosesnya yang terpusat di JAWI (atau kurang lebih setara dengan kantor wilayah di Indonesia). Para calon pengantin dapat melaporkan rencana pernikahan mereka masing-masing, langsung ke JAWI atau dapat melalui Qadhi-qadhi yang telah ditunjuk dalam wilayahnya masing-masing.
       Qadhi/Naib Qadhi diseleksi dan dibina serta diawasi oleh JAWI, tugasnya mengawasi proses pernikahan, dari pendaftaran, penelitian kebenaran catin, sampai ke pelaksanaan nikah, kemudian mendaftarkannya ke JAWI untuk memperoleh perakuan/ bukti surat nikah. Kedudukan Qadhi hampir sama seperti PPN di Indonesia, bedanya di Indonesia PPN adalah Kepala KUA sedangkan Qadhi di Malaysia tugasnya hanyalah tugas kepenghuluan dan tidak mempunyai kantor khusus, basecamp operasional saja yang ditetapkan di masjid yang ditunjuk.
       Untuk Kursus Pra-Nikah, dilaksanakan minimal 2 kali pertemuan atau minimal 16 jam tatap muka. Materi-materi yang disampaikan seputar Ibadah wajib, tauhid, akhlak, hak/kewajiban suami isteri, etika dalam rumah tangga, etika dalam masyarakat, kiat-kiat mengelola/menghadapi masalah rumah tangga Islami, konseling, dan sebagainya. Setelah mengikuti kursus tersebut, para catin akan diberikan sertifikat sebagai bukti keikutsertaan dalam kursus catin. Masa berlaku sertifikat kursus seumur hidup. Khusus di Kuala Lumpur, kursus dilaksanakan oleh lembaga swasta yang telah ditunjuk/diakreditasi.
       Mengenai bukti kebenaran nikah, selain diterbitkannya surat/buku nikah, juga diberikan semacam KTP Nikah yang lebih mudah untuk dibawa kemana-mana. Proses keluarnya buku nikah pasca pernikahan dilaksanakan, memakan waktu satu minggu untuk diperiksa ulang oleh JAWI, setelah crosscheck dilakukan dan ternyata tidak ada masalah ataupun pihak-pihak yang berkeberatan, barulah buku nikah dapat diberikan.
Satu catatan juga, bahwa proses perceraian di Malaysia masih dilakukan di JAWI bukan di Mahkamah. Proses ini akan berlanjut ke Mahkamah apabila ada masalah dalam hal sengketa harta bersama, sengketa hak asuh anak, waris, wasiat, dan sebagainya.
      Semoga Bermanfaat. Terima Kasih.